Welfare State Untuk Membatasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian
Abstract
Berkembangnya arus globalisasi, membawa dampak untuk menyerahkan beberapa urusan pemerintah pada sistem yang ada di market (pasar) hal ini dilakukan untuk memberikan efisiensi dan efektivitas kinerja. Sehingga, Negara dituntut memiliki peran lebih untuk mengawasi dan membuat peraturan-peraturan untuk mengendalikan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pihak swasta berdasarkan kontrak yang diterapkan yang menyangkut untuk kepentingan masyarakat. Hal ini kemudian menjadikan penerapan asas kebebasan berkontrak menjadi permasalahan tersendiri bagi Indonesia, apakah daya guna kebebasan berkontrak sebagai hak asasi manusia dikembangkan untuk mencapai kesejahteraan sosial ataukah kesejahteraan individu semata. Dalam perkembangannya ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidak adilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang, sehingga negara perlu campur tangan untuk melindungi hak-hak dari pihak yang lemah didalam perjanjian. Dari perkembangan ini, maka perlu dipikirkan mengenai Batasan terhadap bekerjanya asas kebebasan berkontrak dalam kacamata Pancasila untuk menentukan sejauh mana negara melalui produk perundang-undangan dapat mengatur dan turut berperan menyelesaikan persoalan persoalan yang muncul dari asas kebebasan berkontrak terutama untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi warga negara sebagai subjek hukum didalam suatu kontrak yang menganut asas kebebasan berkontrak memiliki bargaining position yang tidak seimbang.