Akibat Hukum Pencatatan Perkawinan di Bawah Sepuluh Hari Kerja Berdasarkan PP No. 9 Tahun 1975
Abstract
Pencatatan perkawinan merupakan aspek penting dalam menjamin legalitas dan perlindungan hukum bagi pasangan suami istri. Namun, dalam praktik di Indonesia, khususnya di beberapa daerah, masih ditemukan pencatatan perkawinan yang dilakukan kurang dari sepuluh hari kerja sebelum akad nikah tanpa dispensasi resmi, yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah administratif dan hukum, seperti ketidaksesuaian data, keterlambatan penerbitan buku nikah, serta potensi penyalahgunaan prosedur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum dari pelanggaran tenggat waktu pencatatan perkawinan dan mengkaji upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat kepatuhan terhadap norma administratif tersebut. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pejabat pencatat nikah dan calon pengantin, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari peraturan perundang-undangan dan literatur terkait. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan yuridis untuk mengidentifikasi dampak hukum dan hambatan implementasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran tenggat waktu pencatatan perkawinan menyebabkan kerancuan dokumen hukum, gangguan sistem administrasi, dan membuka peluang praktik gratifikasi. Selain itu, rendahnya kesadaran hukum masyarakat dan keterbatasan kapasitas kelembagaan menjadi faktor utama kurangnya kepatuhan. Upaya penguatan melalui edukasi hukum, pelatihan pejabat, pemanfaatan teknologi informasi, dan penegakan sanksi administratif sangat diperlukan untuk menciptakan sistem pencatatan perkawinan yang tertib dan akuntabel.